Si Fulan, sebut saja begitu, amat jarang mendirikan shalat.
Jangankan berjamaah di masjid, di rumah pun enggan. Keterangan ini fakta, sebab
yang menyampaikan adalah keluarga terdekatnya. Selain itu, ia juga banyak absen
dari aneka amal shalih di sekitarnya. Bahkan, seringkali, sosok ini dijumpai di
tempat-tempat yang amat jauh dari makna kebaikan.
Suka berkunjung dan menghabiskan masa
di tempat hiburan yang berkumpul laki-laki dan perempuan, tak jarang menikmati
minuman haram, suka dengan yang bening-bening bahkan sering ‘jajan’, bisnisnya
pun meragukan sebab menjual aneka barang haram serta catatan-catatan maksiat
lainnya.
Orang-orang pun saling bertanya,
“Rajin maksiat, rezekinya kok melimpah ya?” Lanjut mereka, “Katanya, maksiat
bisa menjadi penghalang rezeki sehingga datang terlambat?”
Kisah ini, banyak terjadi di sekitar
kita. Pelaku dan pendukung maksiat, bahkan kafir, musyrik, atau munafiq, tapi
rezekinya lancar, banyak memiliki perusahaan, asetnya tak terhitung, istrinya
cantik dan banyak, dan bonus-bonus duniawi lainnya.
Sebenarnya, kejadian seperti ini bukan hanya terjadi di zaman ini. Jauh di
masa silam, ada kisah serupa. Seorang laki-laki menyambangi Imam Hasan
al-Bashri, seorang pengikut sahabat Nabi dari Bashrah.
Lelaki itu menyampaikan pengakuan, “Sungguh, aku telah banyak melakukan
dosa dan maksiat.” Lanjutnya sampaikan keterangan secara jujur, “Akan tetapi,
rezeki yang kudapatkan sangat lancar. Bahkan jauh lebih banyak dari
sebelumnya.”
Mendapati pengakuan dosa selayak ini, sang imam hanya tersenyum. Penuh
makna. Tanyanya kepada si laki-laki, “Apakah semalam kamu melakukan shalat
malam (qiyamullail)?”
“Tidak,” jawab si laki-laki. Jujur. Datar.
“Sungguh,” ujar Imam Hasan al-Bashri, “jika Allah Ta’ala langsung memutus
rezeki bagi siapa yang melakukan maksiat dan dosa kepada-Nya, pastilah semua
manusia di bumi sudah habis.”
Bukankah memang tiada manusia yang bebas dari melakukan dosa dan maksiat?
Bahkan, jika dosa dan maksiat itu bau, tak mungkin ada orang yang mendekat
kepada kita. Semua menjauh sebab jijik.
Sang Imam pun mengatakan bahwa dunia amatlah tidak berharga di sisi Allah
Ta’ala. Karenanya, Dia tetap melimpahkannya, pun kepada mereka yang berlaku
kafir kepada-Nya.
“Akan tetapi,” pungkas Sang Imam sampaikan taujih, “hukuman atas dosa yang
dilakukan oleh orang-orang beriman adalah terputusnya kemesraan dengan Allah
Ta’ala.”
Jika saat ini ibadah yang kita kerjakan terasa hambar,
jujurlah dalam memeriksa hatimu. Jangan-jangan, dosa dan maksiat yang
dikerjakan sudah sangat banyak. Astaghfirullahal ‘azhiim. [Pirman/kisahhikmah/eramuslim]

0 Komentar