Rebutan Jabatan Komisaris Diantara Politikus

Rebutan Kursi, di Pilkada Yang Sepi | Teras Jatim

Di sebuah negara yang terkenal dengan politiknya yang penuh intrik, ada dua politikus ternama yang saling bersaing untuk mendapatkan jabatan Komisaris Utama di sebuah perusahaan BUMN. Mereka adalah Pak Amir dan Pak Rahmat, dua sosok yang sering muncul di layar televisi dan media sosial dengan berbagai slogan dan janji.

Pak Amir terkenal dengan gaya bicaranya yang flamboyan dan suka berjanji muluk-muluk. Ia sering muncul di acara-acara talk show, berdebat dengan lawan-lawan politiknya, dan berfoto dengan rakyat kecil untuk menunjukkan betapa dekatnya ia dengan rakyat. Sementara itu, Pak Rahmat lebih suka tampil dengan citra bersahaja, sering tampil dengan baju sederhana dan topi petani, meskipun ia memiliki beberapa vila mewah di luar negeri.

Ketika mendengar bahwa posisi Komisaris Utama akan segera dibuka, keduanya langsung bergerak cepat. Pak Amir memulai kampanyenya dengan mengadakan konferensi pers besar-besaran, mengundang semua media, dan mengeluarkan janji-janji baru yang terdengar spektakuler. "Jika saya terpilih, perusahaan ini akan menjadi nomor satu di dunia! Kita akan menciptakan jutaan lapangan kerja baru dan meningkatkan perekonomian negara!"

Pak Rahmat tidak mau kalah. Ia mengunjungi desa-desa terpencil, membawa karung beras dan memberikan bantuan kepada warga. "Lihatlah, saya ini orang yang peduli dengan rakyat kecil. Kalau saya menjadi Komisaris Utama, keuntungan perusahaan akan saya salurkan untuk kesejahteraan rakyat!"

Di balik layar, kedua politikus ini juga tidak henti-hentinya melakukan lobi dan negosiasi dengan para pejabat tinggi dan anggota dewan. Pak Amir menjanjikan proyek-proyek besar kepada mereka yang mendukungnya, sementara Pak Rahmat menawarkan posisi dan jabatan strategis kepada mereka yang setia padanya.

Tiba saatnya untuk rapat penentuan. Para petinggi perusahaan dan pejabat pemerintah berkumpul dalam sebuah ruangan besar yang megah. Di depan mereka, ada dua kursi kosong yang disiapkan untuk kedua kandidat. Pak Amir dan Pak Rahmat duduk berdampingan, saling melempar senyum yang penuh arti.

Ketua rapat membuka pertemuan dengan pidato panjang lebar tentang pentingnya integritas dan kejujuran dalam memilih pemimpin. Namun, semua orang tahu bahwa pidato itu hanyalah formalitas. Keputusan sebenarnya sudah dibuat jauh sebelum pertemuan ini dimulai.

Ketika tiba saatnya untuk memberikan suara, suasana ruangan menjadi tegang. Setiap suara dihitung dengan cermat, dan akhirnya, dengan selisih yang sangat tipis, Pak Rahmat dinyatakan sebagai pemenang. Pak Amir terlihat kecewa, tetapi dengan cepat memasang senyum palsunya dan mengucapkan selamat kepada lawannya.

Pak Rahmat berdiri dan memberikan pidato kemenangan. "Saya berterima kasih atas kepercayaan ini. Saya berjanji akan bekerja keras dan memastikan perusahaan ini berkontribusi besar untuk kemakmuran rakyat!"

Namun, di belakang layar, para pejabat yang mendukung Pak Rahmat sudah mulai membicarakan proyek-proyek baru yang akan menguntungkan mereka. Dan Pak Rahmat, sambil tersenyum penuh kemenangan, sudah memikirkan vila baru yang akan ia beli dengan keuntungan dari perusahaan.

Sementara itu, Pak Amir sudah merencanakan langkah berikutnya. "Tidak apa-apa, jabatan ini hanyalah satu dari sekian banyak posisi. Saya masih punya banyak peluang di tempat lain," pikirnya.

Begitulah, di negeri penuh drama politik ini, jabatan-jabatan bergengsi sering kali lebih banyak diperebutkan bukan karena keinginan untuk melayani rakyat, tetapi untuk keuntungan pribadi. Dan rakyat, seperti biasa, hanya bisa menyaksikan dari pinggir panggung, berharap suatu hari nanti akan ada perubahan nyata. [ir/1406024]

*) Jika ada kesesuaian nama itu bukan kesengajaan hanya kebetulan sahaja

Posting Komentar

0 Komentar