Festival Lampu Colok, Tradisi yang Mulai Pudar di Malam 27 Ramadan

Mungkin gambar pencahayaan dan teks yang menyatakan 'Timemark Kamera Kam, 27 Maret 2025 202520:47 20:47 Lubuk Muda, Kec. Siak Kecil, Kabupaten Bengkalis, Riau 28761 1.252588°N, 102.139201°E Kode Foto: HTEZ6078, imemark Diverifikasi Irwandi Aziz'Festival Lampu Colok di Riau, seharusnya menjadi puncak kemeriahan Ramadhan bagi masyarakat setempat. Namun, belakangan ini, euforia yang biasanya menggebu di malam ke-27 Ramadan terasa semakin redup. Sebagai tradisi turun-temurun, festival ini bukan sekadar hiasan lampu biasa, melainkan simbol keguyuban, kreativitas dan semangat gotong royong warga. Sayangnya, beberapa faktor membuatnya kehilangan pesatnya, dan ini patut menjadi perhatian bersama. 

Nilai Budaya yang Mulai Tergerus

Dulu, Lampu Colok bukan hanya tentang keindahan lampu minyak atau lampion, tapi juga tentang kebersamaan. Warga berlomba-lomba menghias kampung dengan kreativitas tradisional, sambil berbagi makanan dan cerita. Kini, semangat itu mulai luntur. Generasi muda lebih tertarik pada hiburan digital, sementara generasi tua yang dulu menjadi penggerak perlahan berkurang. Jika tidak ada regenerasi, tradisi ini bisa punah menjadi sekadar kenangan. 

Tantangan Modernisasi dan Minimnya Dukungan

Perubahan zaman turut memengaruhi kemeriahan festival. Dulu, Lampu Colok murni menggunakan lampu minyak atau lampion tradisional; kini, sebagian beralih ke lampu listrik atau LED yang kurang bernuansa "ramadhan". Selain itu, kurangnya dukungan pemerintah daerah dalam mempromosikan atau menganggarkan festival ini membuatnya semakin tersisih. Padahal, dengan sentuhan yang tepat, seperti lomba desain lampu atau integrasi dengan wisata kuliner festival ini bisa menjadi daya tarik wisata religi yang unik. 

Harapan, Revitalisasi dengan Sentuhan Kekinian

Agar Lampu Colok tetap relevan, perlu ada upaya kolaboratif: 

1. Melibatkan Generasi Muda,  Ajak anak muda berkreasi dengan mengadakan kompetisi konten media sosial atau workshop pembuatan lampion tradisional. 

2. Dukungan Pemerintah, Anggaran khusus untuk festival, promosi melalui platform digital, dan penyelenggaraan acara pendukung (seperti bazar atau pertunjukan seni). 

3. Kombinasi Tradisi dan Teknologi, Gunakan proyeksi cahaya atau instalasi interaktif yang tetap mempertahankan nilai budaya. 

Penutup

Festival Lampu Colok di bumi Melayu Riau adalah warisan budaya yang patut dilestarikan. Ia bukan hanya tentang cahaya, tapi juga tentang identitas masyarakat Melayu Riau yang religius dan guyub. Dengan inovasi dan dukungan yang tepat, tradisi ini bisa kembali bersinar, tidak hanya di malam ke-27 Ramadhan, tapi juga sebagai ikon kebanggaan daerah. 

Lampu Colok yang redup hari ini bisa menjadi penerang bagi generasi mendatang, jika kita mau menyalakannya bersama. [ir/Sei.Pakning/280325]

Posting Komentar

0 Komentar