Haji Jalur Sultan, 400 Travel 'Pahlawan' Penjegal Antrean: Jangan Salahkan Mantan Menag, Beliau Kan Cuma 'Dirigen' Orkestra Kuota

Analisis Satire

Sungguh sebuah maha-karya  manajemen kuota haji yang patut diacungi jempol—jempol kaki, tentu saja. Bayangkan, di saat jutaan umat Islam di Indonesia harus menanti berpuluh-puluh tahun untuk bisa menunaikan rukun Islam kelima, tiba-tiba muncul sebuah solusi brilian yang melibatkan hampir 400 biro travel. Ini bukan lagi "jalur cepat", tapi "jalur teleportasi" bagi mereka yang berduit. Salut!

Mentri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang kini sudah lengser dari jabatannya setelah menjabat pada 2020-2024, tentu saja "tidak tahu menahu" soal kerugian negara Rp1 triliun lebih ini. Beliau kan cuma "dirigen" orkestra kuota haji. Para pemain musiknya, yaitu 400 travel dan oknum Kemenag yang berjenjang, yang memainkan simfoni "uang percepatan" hingga miliaran rupiah. Mentri hanya memberikan sentuhan magis berupa SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 yang membagi kuota tambahan 50:50 antara haji reguler dan khusus, padahal harusnya 92% untuk reguler. Sebuah kesalahan kecil yang berakibat fatal bagi 8.400 calon jemaah haji yang sudah mengantre 14 tahun dan akhirnya gagal berangkat. Tapi kan niatnya baik, mungkin ingin memberi kesempatan lebih banyak orang kaya untuk segera beribadah.

Pembekuan 400 travel itu, ah, itu terlalu drastis!  Mereka ini kan pahlawan-pahlawan ekonomi syariah yang berhasil menciptakan "pasar gelap" kuota haji yang begitu dinamis. Mereka membantu para "sultan" mewujudkan impian haji tanpa harus menunggu puluhan tahun, sekaligus memberikan lapangan pekerjaan bagi para oknum Kemenag yang butuh uang saku tambahan. Sebuah simbiosis mutualisme yang indah (bagi mereka). KPK sampai harus pusing tujuh keliling mencari "juru simpan" uang korupsi ini dan menelusuri aliran uang dengan PPATK.

Jadi, mari kita lestarikan praktik-praktik seperti ini. Siapa tahu di masa depan, haji bukan lagi ibadah, tapi komoditas berharga yang bisa diperjualbelikan dengan leluasa. Toh, yang penting untung, kan? Soal dosa, itu urusan belakangan. Atau mungkin, ini adalah cara Tuhan menguji sejauh mana keimanan umat-Nya dalam menghadapi birokrasi yang "kreatif" ini. Yang jelas, para kyai NU saja sampai gerah dengan kasus ini. Tapi ya, namanya juga satire, jangan terlalu serius ! [ir/190925]

Posting Komentar

0 Komentar