Relevansi Undang-undang Guru dan Dosen No. 14 Tahun 2005 di Era Digital, Antara Pondasi Profesional dan Tuntutan Adaptasi

 

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 (UU 14/2005) merupakan tonggak fundamental yang mengakui kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional yang bermartabat. Meskipun disahkan jauh sebelum era Society 5.0 dan akselerasi transformasi digital yang masif, kerangka dasar yang diatur oleh UU ini masih sangat relevan sebagai landasan hukum profesi, namun implementasinya menuntut revitalisasi dan adaptasi yang cepat sesuai kondisi terkini.

Pijakan Relevansi “Empat Kompetensi sebagai Pondasi”

Relevansi utama UU 14/2005 terletak pada penetapan empat kompetensi wajib bagi pendidik: Pedagogik, Kepribadian, Sosial, dan Profesional. Keempat kompetensi ini secara filosofis cukup kuat untuk mengakomodasi perubahan zaman:

1.    Kompetensi Profesional dan Pedagogik: Inilah pintu masuk utama bagi integrasi teknologi. Penguasaan materi (Profesional) dan kemampuan mengelola pembelajaran (Pedagogik) menuntut guru dan dosen untuk memanfaatkan teknologi sebagai alat pembelajaran yang inovatif. Di era digital, kompetensi ini diperluas menjadi literasi digital dan kemampuan mengembangkan konten digital yang relevan.

2.    Kompetensi Kepribadian dan Sosial: Di tengah laju kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang dapat mengambil alih tugas-tugas administratif dan penyampaian informasi, peran guru dan dosen yang tidak tergantikan adalah dalam pembangunan karakter dan rasa. Kompetensi ini memastikan pendidik mampu menunjukkan simpati, empati, kasih sayang, dan toleransi, serta bertindak sesuai norma agama, hukum, dan sosial.

Tantangan Adaptasi di Era Digital

Meskipun fondasi hukumnya kokoh, implementasi UU 14/2005 dalam konteks digital menghadapi sejumlah tantangan yang memerlukan perhatian:

1. Pergeseran Peran Menuju Student-Centered Learning (SCL)

Tugas utama guru dalam UU 14/2005 mencakup mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. Dalam konteks SCL, peran sebagai pengarah (pembimbing) mengalami pendalaman: 

Peran Tradisional (Teacher-Centered)

Peran di Era SCL (Student-Centered)

Penyampai informasi utama (Sumber pengetahuan)

Fasilitator dan Mitra Belajar

Direktur proses pembelajaran

Pengarah dan Motivator yang memberikan otonomi kepada peserta didik

Evaluator tunggal

Pendamping yang membantu peserta didik mengembangkan daya kritis, memecahkan masalahnya sendiri, dan membangun pengetahuannya secara aktif

Peserta didik (digital native) ditantang untuk menjadi pribadi yang mandiri, bertanggung jawab, dan memiliki inisiatif dalam mengenali kebutuhan belajarnya. Hal ini menuntut guru dan dosen (digital immigrant) untuk tidak hanya menguasai teknologi, tetapi juga mampu mendesain pembelajaran berbasis teknologi yang kreatif, kolaboratif, dan memampukan siswa berpikir kritis.

2. Kesenjangan Literasi Digital dan Infrastruktur

Pengembangan kompetensi profesional guru dan dosen di era modern sering terhambat oleh rendahnya literasi digital di kalangan sebagian pendidik dan minimnya dukungan infrastruktur pendidikan. Sanksi bagi penyelenggara pendidikan yang tidak menjalankan kewajiban pembinaan atau yang melanggar ketentuan peningkatan mutu sudah ada, namun perlu penegasan yang lebih kuat dalam konteks digital.

Rekomendasi dan Perhatian

Pada Hari Guru ke-80, relevansi UU 14/2005 dapat dimaksimalkan dengan langkah-langkah strategis:

1.    Pelatihan Berkelanjutan yang Relevan (Kebutuhan Mendasar): Pemerintah dan pemerintah daerah perlu memastikan program pembinaan dan pengembangan profesi difokuskan pada penguasaan teknologi digital, metodologi SCL, dan keterampilan abad ke-21. Pelatihan harus berbasis praktik nyata (in-service training) dan tidak hanya bersifat administratif.

2.    Penegasan Digital Competency: Meskipun kompetensi digital terakomodasi dalam Pedagogik dan Profesional, perlu adanya regulasi turunan yang secara eksplisit menetapkan standar kompetensi teknologi informasi dan komunikasi (TIK) terbaru yang harus dimiliki guru dan dosen, disesuaikan dengan perkembangan Society 5.0.

3.    Penguatan Peran sebagai 'Pengarah Etika': Di tengah derasnya arus informasi dan tantangan etika digital, peran guru sebagai pengarah moral dan spiritual yang dijamin oleh Kompetensi Kepribadian menjadi semakin krusial untuk mencetak manusia Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia sesuai amanat Pembukaan UU 14/2005.

UU 14/2005 telah berhasil menetapkan guru dan dosen sebagai profesi bermartabat. Namun, tantangan yang lebih besar adalah bagaimana kerangka hukum ini dapat terus mendorong pendidik menjadi profesional yang adaptif, mahir teknologi, dan transformatif agar tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dapat tercapai secara optimal di era yang serba digital. [ir/252225]

Posting Komentar

0 Komentar