![]() |
| Gambar Cuma Ilustrasi |
Klaim ajaib dari Bapak Menteri Bahlil Lahadalia memang sungguh mencengangkan.
Bayangkan skenario horor ini, Banjir bandang dan longsor menghancurkan Sumatera, merenggut ratusan nyawa dan membuat ratusan ribu warga mengungsi. Mereka kehilangan rumah, akses jalan putus, dan yang paling krusial, mereka gelap gulita. Di tengah krisis kemanusiaan ini, di mana korban berjuang mencari keluarga, mengamankan logistik, dan menguburkan sanak saudara tanpa penerangan memadai, muncullah laporan lisan yang begitu "kinclong" di hadapan Presiden: "93% listrik siap menyala!"
Angka 93% ini bukan hanya sekadar salah hitung, ini adalah tamparan keras yang menyakitkan bagi setiap korban di tenda pengungsian yang harus bertahan dalam gelap, basah, dan dingin. Angka ini terasa seperti fiksi yang ditulis di atas penderitaan rakyat jelata.
Tampaknya, angka 93% ini bukanlah persentase listrik yang benar-benar dinikmati rakyat yang sedang terkena musibah, melainkan mungkin persentase kepiawaian seorang pejabat untuk melaporkan hal yang indah-indah saja, sesuai dengan filosofi kuno "Asal Bapak Senang" (ABS). Ini adalah contoh nyata di mana "Realitas Proyeksi" (di Istana) jauh lebih penting daripada "Realitas Penderitaan" (di lapangan bencana).
Ini adalah "Mahakarya Komedi Tragis Birokrasi" yang disajikan di tengah duka dan tangisan bencana.
Dampak dari laporan ABS ini sungguh kasihan: Presiden Prabowo Subianto yang baru menjabat, yang notabene adalah target dari laporan "indah" ini, kini harus berulang kali tampil di depan publik untuk memohon maaf atas ketidaknyamanan yang disebabkan oleh ketidakakuratan laporan anak buahnya.
Luar biasa! Seorang menteri dengan entengnya menyajikan "fiksi" data di tengah krisis, sementara sang Presiden harus menanggung "realita malu" dan kemarahan publik. Padahal, pada saat bencana, listrik adalah nyawa: untuk menyalakan senter tim SAR, untuk memompa air, untuk menghidupkan pusat komunikasi darurat. Memainkan data listrik di tengah bencana bukan lagi masalah integritas data, tapi pengabaian kemanusiaan yang akut.
Jika melaporkan sebuah bohlam yang menyala di tengah sekampung yang padam bisa dihitung sebagai 93% keberhasilan, maka kita harus segera menganugerahkan gelar "Menteri Ahli Sulap Data & Pengabaian Kemanusiaan" kepada yang bersangkutan.
Pesan untuk Pak Menteri, Lain kali, sebelum melapor, cobalah sesekali melakukan live report dari lokasi pengungsian korban banjir. Tanyakan langsung kepada mereka, "Pak/Bu, apakah 93% ponsel Anda terisi daya, atau 93% harapan Anda pada kami yang padam?" [ir/141225]

0 Komentar